ranah Kekunoan dalam tataran Kekinian

Monday 7 September 2009

Spiritual, sesosok ranah ‘ada’ dalam lingkungan alam semesta. Ranah ini memiliki corak meta atau adi suatu entitas. Kondisi ini tak terbatas pada hal-hal yang tidak mampu diindra melainkan juga spektrum situasi dimana pengetahuan manusia saling berkelindan untuk dimaknai secara rasional. Distansi entitas [ke]ada[an] hal ‘melampaui’ ini mengakibatkan adanya suatu intervalisasi [ke]berada[an] dalam gudang pengetahuan manusia bersemayam. Hal ini menjadikan posisi pengetahuan pada sifat spasial temporal yang nantinya akan berkembang pada struktur hirarkis. Apabila diandaikan terdapat hal utama dan pertama dalam segala yang ada pada manusia, maka struktur ini dipandang sebagai pola vertikal pada ranah-ranah horison reaksi manusia terhadap aksi alam yang sebelumnya mengambil posisi manusia untuk ‘menguasai’ ruang-waktu. Spiritualitas akhirnya menjadi perlu dan wajib untuk dirasionalisasikan, sebagai balasan untuk alam, dan nanti akhirnya menunjukkan keutamaan pengetahuan sebagai pedoman manusia untuk bereaksi demi kelangsungan hidupnya.

Memarginalkan spiritualitas, adalah hal yang terjadi pada fragmentasi pengetahuan-pengetahuan manusia terbahasakan. Sekat-sekat ini dapat dikatakan sebagai prarasional, rasional, dan transrasional. Bagian yang mengeliminasi spiritualitas pada tatanan pengetahuan manusia terletak pada ranah rasional, yang nantinya wilayah sains dan logika akan mengambil alih. Dengan tak bergeming pada fragmen itu, menandakan bahwa wilayah prarasional dan transrasional adalah menempatkan pengetahuan atau menunjukkan keberadaan yang sama, yakni nonrasional. Akhirnya menjadi agak terang bahwa gradasi pengetahuan itu terbukukan pada aliansi rasional dan nonrasional, meskipun secara hirarki keberadaan rasional ada setelah dan sebelum nonrasional. Hal ini sekali lagi menunjukkan bahwa spiritualitas menempati posisi metarasional, artinya ia mampu untuk menjadi prarasional atau juga mampu untuk menjadi pascarasional.

Dalam spektrum epistemologi, rasional dan nonrasional merupakan wujud yang berjalinkelindan terhadap peradaban kekunoan dan kekinian pada tataran bahasa. Semesta bukanlah lahan untuk dipersepsi, tetapi cenderung untuk diinterpretasi. Alih-alih masuk akal atau tidak, manusia memiliki jiwa yang mampu menganalisa tiap pengetahuan dengan bijaksana.

salam
bahasa bukanlah wujud janggal atau benar, melainkan tataran bi[a]sa dalam pengalaman manusia

Ajakan dari sebuah Ejekan

Saturday 5 September 2009

Alkisah, seorang raja memberikan pilihan kepada salah satu menterinya, atau kekayaan atau kebijaksanaan, dan sang menteri memilih kekayaan. Pilihan menteri ini tentu saja sangat beralasan. Pilihan itu diambil karena dia belum meiliki akan sesuatu tersebut, dan dalam hal ini adalah kekayaan. Karena dia telah memiliki kebijaksanaan.

Kita tidak membutuhkan penghormatan, karena kita telah memiliki kehormatan. Kita tidak ingin memiliki akal, karena akal telah melekat dalam diri. Dan kita tidak membutuhkan kebaikan, karena kebaikan terlibat dalam kehidupan.

Kehidupan sosial telah membuat kita terjerembab dalam dimensi kebersamaan yang senantiasa terbangun ketika kita beraktivitas. Kehidupan sosial bukanlah sosok layar penampakan, yang merekam sikap kita terhadap yang lain. Sikap kita merupakan sikap pribadi yang terbentuk dari dalam, bukan dibentuk dari luar. Arus kehidupan kita bukanlah mata air yang dipengaruhi dari luar, seiyanya arus itu mampu untuk membentuk laut di luar kita.

Terkadang kita butuh informasi dari dunia luar, mengingat cermin memberikan informasi yang salah mengenai kiri-kanan, kita tidak mampu mengetahui diri kita. Pribadi yang utuh bukanlah pribadi yang melepaskan dari semesta yang ada di sekelilingnya, melainkan semesta yang dijadikan penuntun dalam sebuah keutuhan. Dengan saran kita berkembang dan dengan kritikan kita mampu berjalan.

Kita berbuat bukan untuk sekeliling kita, kita beraktivitas bukan untuk semesta di luar kita. Kita berbuat untuk pribadi, pribadi yang mencakup semesta. Sikap yang tergradasikan dari ke'ada'an.

salam
balas dendam merupakan salah satu jenis keadilan, yang liar

bencana Ilmu atau bencana Alam

Thursday 3 September 2009

inilah yang kita tahu
segala benda itu menyatu
seperti hubungan darah
mengikat seluruh keluarga

yang terjadi pada bumi
terjadi juga pada semua penghuni
manusia tidak merajut jaring kehidupan
ia hanyalah secarik benang yang ada padanya
apapun yang ia lakukan pada jaring itu
akan mengena pada dirinya sendiri
(Ted Perry)


Anthroposentris telah menjadikan bumi sebagai peng'ada' kedua dalam eksistensi alam. Hal ini dimulainya klasifikasi pengetahuan dalam ranah kemanusiaan. Ilmu yang membatasi diri pada ranah indrawi dan rasional, menjadikan ketakterlibatan interaksi antara manusia dengan alam.

Ilmu telah dimanfaatkan manusia untuk memenuhi keserakahan manusia akan kebutuhan. Ilmu dengan setia menemani perusakan bumi oleh manusia. Ilmu dijadikan alat legitimasi demi kehidupan manusia yang lebih baik (bukan lebih benar).

Alam harus diburu dalam sifatnya yang liar, dipasung untuk melayani dan dijadikan budak. Ia harus dikerangkeng dan disiksa agar memberikan rahasia-rahasianya. (Francis Bacon)



Gaia akan selalu berautopeiesis pada titik ketakseimbangan yang ada pada dirinya. Manusia memiliki posisi yang sama dengan entitas yang lain, kepunahan manusia, keseimbangan bumi?

ilmu, atau knowledge atau science
ilmu, atau etimologi atau pragmatis
ilmu, atau esensi atau eksistensi

salam
ilmu akan terwujud dengan tindakan, dan tindakan akan mewujud apabila dilatari ilmu