masa sebelum ada waktu, jaman sebelum ada sejarah

Sunday 2 May 2010

Pikiran : Kita hidup dan menjalankan aktivitas keseharian untuk apa sih?

Perasaan : Kenapa kamu pikirkan, jalankan saja tradisi yang telah ditinggalkan generasi sebelum kamu.

Pikiran : Coba pikir. Dari umur 5 tahun sampai 22 tahun kita duduk di bangku pendidikan formal. Setelah itu kita bekerja dengan rutinitas keseharian yang sama sambil membina rumah tangga, kita memliki anak yang taat kepada kita. Kita hidup bersosial dengan yang lain, membina keharmonisan masyarakat, dan aktif dalam menciptakan pembangunan masyarakat. Sampai usia 40 tahun kita "paksa" anak kita dengan tradisi sama yang pernah kita lakukan. Usia 60 tahun kita melihat anak kita bekerja dan berkeluarga, kita menimang cucu, cicit, piut, hingga akhir hayat kita.

Perasaan : Memang, sebagian besar manusia hidup seperti itu.

Pikiran : Kalau kita hidup secara tidak biasa?

Perasaan : Maksud kamu?

Pikiran : Begini, manusia beraktivitas di permukaan bumi ini setidaknya karena tiga hal, yakni filsafat (pandangan hidup), ilmu pengetahuan (instrumen hidup), dan agama (keyakinan hidup). Entah manusia itu ma[mp]u berkegiatan apa, tapi yang pasti, tingkah laku manusia diderivasikan dari ketiga hal tersebut. Hidup bermasyarakat, berkeluarga, beribadah, bekerja, makan, pendidikan, belanja, olahraga, memberi sesuatu kepada orang lain, kuliah, nonton film, nongkrong, nge-net, melakukan perjalanan, liburan, wah kalau saya ungkap semua, tidak cukup usia saya untuk mengatakan seluruh aktifitas manusia.

Perasaan : Benar. Apabila ada seratus manusia maka ada seratus jalan kehidupan. Dan juga sebagian besar manusia mengklaim mereka berbuat di atas agama (keyakinan hidup). Kalaupun mereka menyangkal hal tersebut, setidaknya agama telah menyumbangkan pondasi pengetahuan yang bertujuan.

Pikiran : Ya, saya juga sependapat. Tapi mungkin itu terfragmentasi pada masyarakat Asia (di sekitar ekuator), karena tidak begitu kenyataannya dengan masyarakat Eropa (benua dengan 4 musim). Tetapi terlepas dari perdebatan tersebut, sebenarnya dari mana sih asal mula kehidupan itu menurut kamu?

Perasaan : Wah, saya juga tidak tahu. Bukankah agama dan sains telah menjawab pertanyaan tersebut, apa itu hidup, darimana asalnya, apa itu mati, ada apa setelah kehidupan, bagaimana kita menjalani kehidupan, apakah bencana besar-besaran, dan saya rasa para pemuka sains dan agama telah menjabarkan dengan rinci.

Pikiran : Ya, mereka telah menjabarkan dengan rinci, dan juga mereka telah menciptakan chaos dalam pengetahuan masyarakat. Agama bilang apa sains bilang apa. Yang seharusnya ranah agama, sains mencoba menjabarkannya. Ranah sains yang bisa, agama memaksa masuk juga kedalamnya.

Perasaan : Tepat, terutama masalah penciptaan dan akhir dari penciptaan. Keperbedaan pengetahuan penciptaan dan keperbedaan kita dalam memahami ada apa setelah kita mati, akan menyebabkan keperpedaan bagaimana kita memaknai hidup, dan pada titik ekstrim bagaimana kita menjalani kehidupan, bagaimana kita bersikap, dan bagaimana kita makan.

Pikiran : Makan? Maksundya?

Perasaan : Memang ketika akan makan kamu tidak berdoa? Memang kamu memakan semua makanan? Memang kamu makan tidak terjadwal? Memang kamu makan sambil berlari?

Pikiran : O...Tetapi permasalahannya banyak hal dalam agama yang tidak masuk akal.

Perasaan : Tidak masuk akal berdasarkan logika ilmiah mungkin iya, tapi berdasarkan logika agama?

Pikiran : Lalu bagaimana mengenai konsep adanya dunia setelah penghancuran besar-besaran? Bukankah disana termaktub bahwa suatu dunia yang diciptakan tetapi tidak memiliki akhir. Apabila tidak memiliki akhir bagaimana dia disebut memiliki awal? Apakah mungkin sesuatu yang berawal tidak berakhir?

Perasaan : Pertanyaannya bukanlah, sesuatu yang berawal dan tidak berakhir, melainkan bagaimana kamu memahami waktu? Mungkin atau tidak, melalui darat, Jakarta dan Surabaya ditempuh dalam 5 jam? Mungkin atau tidak, dalam jam, menit, dan detik yang sama dan di wilayah Indonesia bagian yang sama, seseorang berada dalam 6 bangunan yang berbeda? Mungkin atau tidak, seseorang tidak makan dan tidak minum selama 40 hari, menjalankan aktivitas pada umumnya dan masih hidup?

Pikiran : Apakah hal tersebut ada?

Perasaan : Tentu saja, itu bukanlah suatu ranah diskursus. Tetapi tidak sedikit informasi yang ada mengenai hal tersebut.

Pikiran : Wah, berarti pengetahuan manusia itu sebatas ia mengetahui. Padahal dengan pikiran kita kan mampu menganalisa akan fenomena yang tidak lazim. Memang benar bahwa keberadaan manusia terpisah secara ruang dan waktu, tapi disitu ada distribusi informasi dari satu tempat ke tempat yang lain, dari satu waktu ke waktu yang lain.

Perasaan : Tidak juga, daya ingat kita memiliki keterbatasan. Kita lebih banyak melupakan suatu hal. Karena sebenarnya, kita telah hidup pada masa sebelum ada waktu, di jaman sebelum ada sejarah.



salam
Kita mendapatkan, bahwa semakin banyak tahu, semakin kita menyadari, bahwa kita tidak tahu