dari Esensi ke Eksistensi

Thursday 24 March 2011

Kira-kira satu minggu lalu, di sore yang biasa, ada sms dari seorang teman, terakhir dengannya, kami bertemu dan berkomunikasi secara langsung kira-kira enam bulan yang lalu. “Esensi ma eksistensi itu apaan sih dalam pembicaraan tentang wujud”, saya membaca sms tersebut kira-kira jam 16.04 WIB. Saya termangu, diam, dan bingung, bagaimana saya menjawab dan menulis penjelasan yang menghabiskan 14 halaman dari kamus (yang masih penjelasan singkat) ke sebuah layar kecil yang hanya mampu menampung 160 karakter. Satu menit kemudian saya menekan tombol pada peralatan elektronik yang saya genggam sehingga merangkai sebuah kalimat,
”Esensi = ke-ada-an, eksistensi = ke-berada-an”.

Sms, telepon, dan video conference, mungkin setiap dan semua orang yang pernah menggunakan handphone, komputer, dan atau peralatan komunikasi atau peralatan teknologi informasi lainnya, pernah menggunakannya. Apabila tidak puas dengan komunikasi tulis, maka berpindah pada komunikasi lisan, apabila tidak puas dengan komunikasi lisan, maka bertemu muka melalui layar. Kekinian sebagian besar orang telah cukup puas apabila berkomunikasi dengan seseorang yang jauh secara tempat dengan menggunakan fasilitas bertatap muka melalui layar.

Kita ziarah ke sejarah, (dalam kerangka komunikasi cepat dan langsung - dua arah - dengan yang lain pada tempat yang berbeda) komunikasi tulis pertama digunakan pada pengiriman sandi morse. Komunikasi ini berfungsi optimal pada waktu terjadi perang, dimana informasi sangat penting dalam mendukung tujuan dari perang. Apabila kita cetak di sebuah kertas, hasil dari komunikasi ini adalah kumpulan titik dan [mungkin] garis yang terangkai dan mampu dibaca menjadi sebuah kalimat. Tentu saja kelemahan dari komunikasi ini adalah sedikit orang yang mampu membaca dan menyampaikannya pada orang lain.

Komunikasi lisan pertama ditemukan secara tidak sengaja di sebuah bengkel kecil berlantai dua. Secara tidak sengaja dia mendengarkan suara karyawannya yang berada di lantai dasar dalam sebuah percobaan mengirimkan sandi morse. Dia mencoba memperbaharui plat logam yang digunakan dalam pengiriman sinyal, dan tidak disangka plat tersebut mampu untuk menangkap suara (getaran udara) dan mengubahnya menjadi listrik. Komunikasi video, entah kapan kali pertama dilakukan, tiba-tiba seiring dengan perkembangan teknologi, komunikasi video telah beredar luas di kalangan masyarakat.

Kekinian, ketiga komunikasi jauh tersebut beredar di masyarakt dunia, dan hampir setiap orang pernah menggunakannya. Tetapi masih sebagian kecil yang menyadari bahwa ketiga komunikasi tersebut lebih banyak ruginya daripada manfaatnya. Manfaat yang ada merupakan manfaat yang serba instan dan mampu diketahui secara inderawi, berbeda dengan kerugian yang ditimbulkan dengan komunikasi jauh ini. Kerugian yang ada merupakan kerugian tak tampak yang menggerogoti laten sisi kemanusiaan manusia. Psikologis, kasualistis, keberadaan, misi, kebersamaan, sosial, peradaban, seni, etika, estetika, dan masih banyak lagi yang mengurangi sisi kemanusiaan dari deret kebudayaan. Banyak orang mengesampingkan sisi ini demi mendapatkan sesuatu yang praktis dan bermanfaat, tentu saja untuk menegaskan dirinya ada secara fisik dan berada dalam kemanusiannya.

Biasanya seseorang yang ingin menunjukkan dirinya ‘eksis’ dengan mencoba berkomunikasi dengan yang lain, entah komunikasi langsung maupun tidak langsung. Menampilkan tulisan-tulisannya, memberikan foto-fotonya, meninggalkan videonya, mengirimkan paket, bertingkah aneh, mengundang media, membuat perubahan, keberhasilan, kesuksesan, dan masih banyak usaha manusia untuk menunjukkan dirinya ‘eksis’. Kemudian seseorang yang ‘agak mengerti’ mencoba untuk mementingkan esensi daripada eksistensi. Dia mencoba membangun dan memberikan yang tebaik. Melakukan hal-hal yang berguna, menciptakan kesejahteraan dan kemakmuran, menciptakan masyarakat ideal, membantu sesama, menolong, menyenangkan yang lain, memperindah dir dan lingkungannya, menuju pada kehidupan setelah kematian, dan masih banyak lagi deret tujuan manusia yang esensialis. Tetapi benarkah demikian, aktivitas komunikasi searah merupakan bentuk eksistensi dan aktivitas komunikasi dua arah merupakan bentuk esensi?

salam
darimanapun kita mendaki sebuah gunung, kita akan bertemu di puncaknya

0 comments:

Post a Comment