Wednesday 3 August 2011

Ada seorang siswa yang bisa dikatakan nakal di suatu sekolah, yang disayangi oleh salah seorang guru. Setiap siswa itu melakukan kesalahan, dia cukup bilang “aku menyesal” pada gurunya dan dia terbebas dari hukuman. Di lain kesempatan dia melakukan kesalahan, dan dengan berucap “aku menyesal”, pasti lansung dimafkan dan terbebas dari hukuman. Suatu ketika dia bermain api lilin di perpustakaan, tanpa sengaja dan kejadiannya cukup cepat, api tersebut membakar perpustakaan. Ia berlari untuk mencari guru yang menyayanginya dan bilang dengan sungguh “aku menyesal”. Tetapi sayang dia tidak akan pernah mengucapkannya karena sang guru ikut terbakar dalam peristiwa tersebut. Dari saat itu sepanjang hidupnya dia tidak pernah bilang “aku menyesal”.

Kita seharusnya tidak pernah melakukan penyesalan, karena setiap perbuatan yang telah dan akan dilakukan merupakan sebuah kulminasi dari endapan kebaikan dan kebenaran pengetahuan. Dengan penyesalan maka kita tidak pernah siap untuk menghadapi tanggung jawab. Karena tanggung jawab bukan reaksi dari aksi yang telah dilakukan, melainkan sebuah konsekuensi logis saat keputusan diekspresikan.

Manusia melakukan tindakan kekinian pasti berdasar pada atau masa lalu atau masa depan. Masa lalu karena, dia belajar dari nilai-nilai yang telah memberikan contoh dalam memberikan hasil. Generasi pendahulu merupakan contoh yang bisa memberikan teladan untuk mengetahui pemikiran maupun tindakan. Warisan yang ditinggalkan merupakan referensi dalam aplikasi materi masa sekarang. Keseluruhan hidup manusia ini memanifestasikan sejarah pada tindakan. Karena manusia yang tidak belajar dari sejarahnya berarti hidup tanpa menggunakan akalnya.

Di lain sisi, masa depan merupakan titik acuan sebagai tujuan untuk menggapai target. Orang dengan berwawasan masa depan berarti memiliki [setidaknya] hasrat untuk meraih sesuatu. Dia memiliki rencana, misi, dan hal-hal yang menjadi tolok ukur dalam bertindak. Keseluruhan hidupnya difungsikan untuk masa depan, meraih hal-hal yang diinginkan.

Kebijakan yang kita ambil pada masa sekarang tidaklah an sich untuk masa sekarang. Ini mengindikasikan bahwa keputusan haruslah melewati proses yang tidak sederhana. Keputusan senantiasa berproses untuk latar belakang dan tujuannya. Keputusan bukanlah entitas yang berdiri sendiri, melainkan sebuah pohon yang memiliki akar dan buah. Oleh karena itu ia tidak bisa disesali karena berbuah, melainkan bagaimana kita memberi pupuk atau tidak memberi pupuk.

Kemudian apa yang disebut masa sekarang? Keputusan yang kita ambil “sekarang” seiyanya merupakan manifestasi dan aplikasi dari masa lalu dan untuk masa depan. Oleh sebab itu penyesalan merupakan hal sia-sia karena opurtunis kekinian. Sifatnya yang tabu dan ambigu menunjukkan keberadaannya yang semu. Masa sekarang bukanlah kurun 1 menit, 1 detik, maupun setengah detik karena ia merupakan bayangan dahulu dan nanti. Bagaimana kita akan menyesal di kemudian hari (meyesal belakangan), apabila penyesalan sendiri kita tolak.

salam
kita tidak tahu apa yang akan terjadi, tetapi kita membuat apa yang akan terjadi

0 comments:

Post a Comment