Ajakan dari sebuah Ejekan

Saturday 5 September 2009

Alkisah, seorang raja memberikan pilihan kepada salah satu menterinya, atau kekayaan atau kebijaksanaan, dan sang menteri memilih kekayaan. Pilihan menteri ini tentu saja sangat beralasan. Pilihan itu diambil karena dia belum meiliki akan sesuatu tersebut, dan dalam hal ini adalah kekayaan. Karena dia telah memiliki kebijaksanaan.

Kita tidak membutuhkan penghormatan, karena kita telah memiliki kehormatan. Kita tidak ingin memiliki akal, karena akal telah melekat dalam diri. Dan kita tidak membutuhkan kebaikan, karena kebaikan terlibat dalam kehidupan.

Kehidupan sosial telah membuat kita terjerembab dalam dimensi kebersamaan yang senantiasa terbangun ketika kita beraktivitas. Kehidupan sosial bukanlah sosok layar penampakan, yang merekam sikap kita terhadap yang lain. Sikap kita merupakan sikap pribadi yang terbentuk dari dalam, bukan dibentuk dari luar. Arus kehidupan kita bukanlah mata air yang dipengaruhi dari luar, seiyanya arus itu mampu untuk membentuk laut di luar kita.

Terkadang kita butuh informasi dari dunia luar, mengingat cermin memberikan informasi yang salah mengenai kiri-kanan, kita tidak mampu mengetahui diri kita. Pribadi yang utuh bukanlah pribadi yang melepaskan dari semesta yang ada di sekelilingnya, melainkan semesta yang dijadikan penuntun dalam sebuah keutuhan. Dengan saran kita berkembang dan dengan kritikan kita mampu berjalan.

Kita berbuat bukan untuk sekeliling kita, kita beraktivitas bukan untuk semesta di luar kita. Kita berbuat untuk pribadi, pribadi yang mencakup semesta. Sikap yang tergradasikan dari ke'ada'an.

salam
balas dendam merupakan salah satu jenis keadilan, yang liar

1 comments:

Anonymous said...

jadi bingung???

Post a Comment