Puasa atau terPaksa

Wednesday 26 August 2009

Masih saja, di televisi banyak yang demam Ramadhan. Bahkan para “ahli agama” pun juga terjebak pada kondisi ini.

Bulan Ramadhan, menjadi lahan bisnis bagi orang-orang entertainment dalam budayanya. Bulan ini menjadikan tayangan-tayangan televisi menjadi monoton dengan acara-acaranya yang bertemakan religi Islam. Bulan ini juga melambungkan orang-orang yang pandai agama menjadi artis, menjadikan mereka bintang sinetron dari acara seputar Ramadhan. Perbedaan menjadi semakin kentara dengan adanya perubahan posisi dalam suatu negosiasi, sang artis menjadi ahli agama, dan seorang ahli agama menjadi artis.

Bulan Ramadhan adalah bulan suci, bulan yang penuh berkah, bulan dimana derajat kebaikan mendapat perhitungan yang lebih, bulan dimana 1000 setan dibelenggu dan 1000 malaikat diturunkan ke bumi, bulan dimana ampunan diberikan pada orang-orang yang meminta ampun,….kata mereka.

Tetapi apakah demikian beradanya, mengapa pada bulan non-Ramadhan mereka tidak bersuara; bulan dosa, bulan ampunan tidak diberikan, bulan dimana 1000 setan dikeluarkan dan 1000 malaikat dikerangkeng, bulan kesia-siaan, aneh…..sungguh aneh.

Padahal dalam puasa sudah melekat makna ikhlas, padahal dalam puasa ada makna menahan diri, dan pada puasa sudah terdapat makna permintaan. Maaf, adalah hal yang wajar kita minta. Tetapi seringkali maaf diposisikan berbeda dengan sesuatu yang kita minta. Ampunan, petunjuk, dan harapan adalah hal yang biasa kita pinta, tetapi maaf? kita memliki paradigma lain tetntangnya.

Mengapa bulan Ramadhan lebih suci dari bulan yang lain?
Bagaimana kalau kondisi bulan non-Ramadhan sama dengan bulan Ramadhan?
Bagaimana jika logika mengenai bulan di balik?

Seiyanya, bulan Ramadhan bulan tontonan, bukan tuntunan. Bulan yang tepat acara televisi mengenai Islam, bulan yang tepat untuk berdagang, bulan yang tepat untuk menunjukkan “saya Islam”.

Salam
puasa yang terlibatkan

0 comments:

Post a Comment